A.
Ekosistem
Ekosistem merupakan satuan fungsional dasar dalam ekologi, mengingat
didalamnya tercakup organisme dan lingkungan abiotik yang satu terhadap lainnya saling
mempengaruhi (Soedjiran Resosoedarmo, 1984).
Pengertian ekosistem yang lain adalah hubungan timbal balik
antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati yang membentuk sistem ekolog.
Ekosistem merupakan suatu interaksi yang kompleks dan memiliki penyusun yang
beragam. Di bumi ada bermacam-macam ekosistem.
Menurut Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, bahwa ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan,
stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
Lingkungan hidup yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi. Kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia beserta
makhluk hidup lainnya (M. Djirimu, dkk. 2007).
Menurut Soemarwoto (1997), manusia bersama tumbuhan, hewan dan jasad renik
menempati suatu ruang tertentu. Kecuali makhluk hidup, dalam ruang itu terdapat
juga benda tak hidup, seperti misalnya udara yang terdiri atas bermacam-macam
gas, air dalam bentuk uap, cair dan padat, tanah dan batu. Ruang yang ditempati
suatu makhluk hidup bersama dengan benda hidup dan tak hidup didalamnya disebut
lingkungan hidup makhluk hidup.
Tanah dan air merupakan sumber alam yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Apabila kedua sumber tersebut terganggu atau tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, akan timbul suatu goncangan. Sebenarnya terjadinya erosi
sebagai akibat oleh ulah manusia. Aktifitas manusia yang demikian ini, mencerminkan
ketidakserasian ini antara manusia dengan lingkungan alamnya. Secara alami
proses erosi memang terjadi hampir di semua daerah aliran sungai. Pada
bagian-bagian wilayah tertentu dalam aliran sungai terdapat erosi yang masih
dapat ditoleransi. Erosi yang masih dapat ditoleransi terjadi pada daerah yang
pembentukan tanah dan hilangnya tanah karena erosi terjadi secara seimbang dan
kemungkinan besarnya tingkat pembentukan tanah bagian atas jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat hilangnya solum tanah bagian atas (Chafid
fandeli,1992).
B.
Susunan Ekosistem
Suatu ekosistem berdasarkan susunan dan fungsinya tersusun
dari beberapa komponen sebagai berikut.
1. Komponen autotrof
Autotrof berasal dari kata Auto yang berarti sendiri, dan
trophikos yang berarti “menyediakan makan” pengertian dari Autotrof adalah
organisme yang mampu menyediakan/mensintesis makanan sendiri yang berupa bahan
organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti matahari dan kimia.
Komponen autotrof berfungsi sebagai produsen, contohnya tumbuh-tumbuhan hijau.
2. Komponen heterotrof
Heterotrof berasal dari kata “Heteros” yang berarti
berbeda, dan trophikos yang berarti makanan). Pengertian dari Heterotrof
merupakan organisme yang memanfaatkan bahan-bahan organik sebagai makanannya
dan bahan tersebut disediakan oleh organisme lain. Yang tergolong heterotrof
adalah manusia, hewan, jamur, dan mikroba.
3. Bahan tak hidup (abiotik)
Bahan tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri
dari tanah, air, udara, sinar matahari. Bahan tak hidup merupakan medium atau
substrat tempat berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan tempat hidup.
4. Pengurai (dekomposer)
Pengertian dari Pengurai adalah organisme heterotrof yang
menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati (bahan organik kompleks).
Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan
bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Termasuk
pengurai ini adalah bakteri dan jamur.
Dalam
penjelasan yang lain, suatu ekosistem terjadi interaksi atau hubungan antara
makhluk hidup dengan makhluk hidup sejenisnya, dengan makhluk hidup lain jenis,
maupun interaksi dengan lingkungannya berupa makhluk tak hidup, seperti: air,
udara, tanah, cahaya matahari, suhu, angin, dan kelembapan. Komponen ekosistem
dibagi menjadi dua macam, yaitu komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik
adalah komponen yang berupa makhluk tak hidup. Sedangkan, komponen biotik
adalah komponen yang berupa makhluk hidup.
1. Komponen Abiotik
Komponen
abiotik merupakan komponen ekosistem berupa benda tak hidup yang terdapat di
sekitar makhluk hidup. Komponen abiotik yang berpengaruh pada ekosistem, antara
lain:
a.
Cahaya
Matahari
Cahaya matahari merupakan faktor abiotik yang
terpenting untuk menunjang kehidupan di bumi. Cahaya matahari merupakan
sumber energi bagi tumbuhan yang diperlukan dalam proses fotosintesis. Cahaya
matahari juga memberikan rasa hangat untuk semua makhluk.
b.
Udara
Udara merupakan komponen abiotik yang sangat
diperlukan makhluk hidup. Hewan dan manusia menggunakan oksigen yang terdapat
di udara untuk bernapas dan mengeluarkan karbon dioksida ke udara. Sedangkan,
tumbuhan mengambil karbon dioksida dari udara untuk proses fotosintesis dan
menghasilkan oksigen sebagai produk sampingan. Oksigen ini dilepaskan ke udara
untuk digunakan oleh semua makhluk hidup. Dengan demikian, terjadilah
perputaran zat yang berlangsung terus menerus. Peristiwa ini menunjukkan adanya
saling keter-gantungan dan saling membutuhkan antara makhluk hidup dan
lingkungannya.
c.
Suhu
Suhu sangat mem pengaruhi lingkungan dan kehidupan
makhluk hidup di lingkungan tersebut. Ada makhluk hidup yang mampu hidup di
lingkungan dengan suhu rendah, ada pula makhluk hidup yang mampu hidup di
lingkungan dengan suhu tinggi.
d.
Air
Air merupakan faktor abiotik yang sangat penting untuk
menunjang suatu kehidupan. Semua sel dan jaringan terdiri atas air. Air
merupakan media pelarut zat-zat yang dibutuhkan dan media pengangkut dalam
tubuh hewan dan tumbuhan. Air juga merupakan suatu bentuk habitat bagi makhluk
hidup, seperti: danau, sungai, dan laut. Air sangat mempengaruhi proses
kehidupan.
e.
Tanah
Tanah berfungsi sebagai tempat hidup berbagai makhluk hidup dalam
suatu ekosistem. Di dalam tanah terdapat zat hara yang merupakan mineral
penting untuk mempertahankan
2. Komponen Biotik
Komponen
biotik adalah komponen ekosistem berupa proses di dalam tubuh, terutama bagi
tumbuhan. Jenis tanah yang berbeda menyebabkan organisme yang hidup di dalamnya
berbeda.
Berbagai
makhluk hidup yang ada di dalam suatu ekosistem. Tiap komponen memiliki peranan
masing-masing yang erat kaitannya dalam pemenuhan kebutuhan akan makanan. Hal
ini menyebabkan terjadinya keseimbangan di dalam ekosistem Berdasarkan
peranannya di dalam ekosistem, komponen biotik dikelompokkan menjadi tiga
macam, yaitu:
a.
Produsen
Di dalam ekosistem semua tumbuhan hijau adalah
produsen. Tumbuhan dapat membuat makanannya sendiri dengan melakukan
fotosintesis. Di dalam ekosistem air yang berperan sebagai produsen adalah
fitoplankton, yang merupakan tumbuhan hijau yang amat kecil yang
melayang-layang di dalam air. Fitoplankton selalu menghasilkan berton-ton
makanan yang menjadi sumber makanan bagi hewan-hewan air yang lain.
b.
Konsumen
Manusia dan hewan tidak dapat membuat makanan sendiri.
Oleh karena itu, manusia dan hewan memperoleh makanan dari tumbuhan sehingga
disebut konsumen. Konsumen sangat tergantung pada produsen, begitu juga
sebaliknya, konsumen mempengaruhi kelangsungan hidup produsen. Karbon dioksida
dari sisa pernapasan hewan dan manusia dibutuhkan tumbuhan untuk proses
fotosintesis (membuat makanan). Berdasarkan jenis makanannya, konsumen dibagi
menjadi tiga macam, yaitu herbivora, karnivora, dan omnivora.
1) Herbivora
Herbivora
adalah hewan pemakan tumbuhan. Hidupnya sangat bergantung pada tumbuhan secara
langsung. Makhluk hidup yang memakan langsung tumbuhan disebut juga sebagai
konsumen tingkat pertama. Contoh hewan-hewan pemakan tumbuhan adalah kerbau,
domba, kambing, kelinci, sapi, dan lain sebagainya.
2) Carnivora
Carnivora
adalah makhluk hidup yang memakan daging makhluk hidup yang lain. Biasanya,
carnivora memakan makhluk hidup herbivora. Dengan kata lain, carnivora adalah
konsumen tingkat kedua. Contoh hewan yang termasuk carnivora adalah singa,
harimau, dan buaya.
3) Omnivora
Makhluk
hidup yang memakan tumbuhan dan daging makhluk hidup lain disebut omnivora.
Hewan omnivora merupakan pemakan segalanya (tumbuhan dan hewan). Contohnya
adalah babi dan itik.
c.
Pengurai
Pengurai atau dekomposer adalah organisme atau makhluk hidup yang berfungsi
menguraikan sampah atau sisa-sisa makhuk hidup yang mati. Pengurai berfungsi
sebagai penghubung peredaran zat dari konsumen ke produsen. Zat yang telah
diambil oleh konsumen dari produsen akan kembali lagi ke produsen melalui
proses penguraian oleh pengurai. Dengan peristiwa pembusukan ini, zat-zat yang
dulu menjadi bagian dari tumbuhan dan hewan diuraikan dan dirombak. Hasilnya
digunakan oleh tumbuhan untuk membuat makanan. Pengurai terdiri atas makhluk
hidup berukuran kecil yang hidup di tanah, air, maupun di udara. Contohnya
bakteri dan jamur-jamur saprofit.
C.
Macam-macam Ekosistem
Secara garis besar ekosistem dibedakan menjadi ekosistem
darat dan ekosistem perairan. Ekosistem perairan dibedakan atas ekosistem air
tawar dan ekosistem air laut.
1.
Ekosistem darat
Ekosistem darat ialah ekosistem yang lingkungan fisiknya
berupa daratan. Berdasarkan letak geografisnya (garis lintangnya), ekosistem
darat dibedakan menjadi beberapa bioma, yaitu sebagai berikut.
a. Bioma gurun
Beberapa Bioma gurun terdapat di daerah tropika (sepanjang
garis balik) yang berbatasan dengan padang rumput. Ciri-ciri bioma gurun adalah
gersang dan curah hujan rendah (25 cm/tahun). Suhu slang hari tinggi (bisa
mendapai 45°C) sehingga penguapan juga tinggi, sedangkan malam hari suhu sangat
rendah (bisa mencapai 0°C). Perbedaan suhu antara siang dan malam sangat besar.
Tumbuhan semusim yang terdapat di gurun berukuran kecil. Selain itu, di gurun
dijumpai pula tumbuhan menahun berdaun seperti duri contohnya kaktus, atau tak
berdaun dan memiliki akar panjang serta mempunyai jaringan untuk menyimpan air.
Hewan yang hidup di gurun antara lain rodentia, ular, kadal, katak, dan
kalajengking.
b. Bioma padang rumput
Bioma ini terdapat di daerah yang terbentang dari daerah
tropik ke subtropik. Ciri-cirinya adalah curah hujan kurang lebih 25-30 cm per
tahun dan hujan turun tidak teratur. Porositas (peresapan air) tinggi dan
drainase (aliran air) cepat. Tumbuhan yang ada terdiri atas tumbuhan terna
(herbs) dan rumput yang keduanya tergantung pada kelembapan. Hewannya antara
lain: bison, zebra, singa, anjing liar, serigala, gajah, jerapah, kangguru,
serangga, tikus dan ular.
c. Bioma hutan basah
Bioma Hutan Basah terdapat di daerah tropika dan subtropik. Ciri-cirinya
adalah, curah hujan 200-225 cm per tahun. Species pepohonan relatif banyak,
jenisnya berbeda antara satu dengan yang lainnya tergantung letak geografisnya.
Tinggi pohon utama antara 20-40 m, cabang-cabang pohon tinngi dan berdaun lebat
hingga membentuk tudung (kanopi). Dalam hutan basah terjadi perubahan iklim
mikro (iklim yang langsung terdapat di sekitar organisme). Daerah tudung cukup
mendapat sinar matahari. Variasi suhu dan kelembapan tinggi/besar; suhu
sepanjang hari sekitar 25°C. Dalam hutan basah tropika sering terdapat tumbuhan
khas, yaitu liana (rotan), kaktus, dan anggrek sebagai epifit. Hewannya antara
lain, kera, burung, badak, babi hutan, harimau, dan burung hantu.
d. Bioma hutan gugur
Bioma hutan gugur terdapat di daerah beriklim sedang, Ciri-cirinya
adalah curah hujan merata sepanjang tahun. Terdapat di daerah yang mengalami
empat musim (dingin, semi, panas, dan gugur). Jenis pohon sedikit (10 s/d 20)
dan tidak terlalu rapat. Hewannya antara lain rusa, beruang, rubah, bajing,
burung pelatuk, dan rakoon (sebangsa luwak).
e. Bioma taiga
Bioma taiga terdapat di belahan bumi sebelah utara dan di
pegunungan daerah tropik. Ciri-cirinya adalah suhu di musim dingin rendah.
Biasanya taiga merupakan hutan yang tersusun atas satu spesies seperti konifer,
pinus, dap sejenisnya. Semak dan tumbuhan basah sedikit sekali. Hewannya antara
lain moose, beruang hitam, ajag, dan burung-burung yang bermigrasi ke selatan
pada musim gugur.
f. Bioma tundra
Bioma tundra terdapat di belahan bumi sebelah utara di dalam
lingkaran kutub utara dan terdapat di puncak-puncak gunung tinggi. Pertumbuhan
tanaman di daerah ini hanya 60 hari. Contoh tumbuhan yang dominan adalah
Sphagnum, liken, tumbuhan biji semusim, tumbuhan kayu yang pendek, dan rumput.
Pada umumnya, tumbuhannya mampu beradaptasi dengan keadaan yang dingin. Hewan
yang hidup di daerah ini ada yang menetap dan ada yang datang pada musim panas,
semuanya berdarah panas. Hewan yang menetap memiliki rambut atau bulu yang
tebal, contohnya muscox, rusa kutub, beruang kutub, dan insekta terutama nyamuk
dan lalat hitam.
2.
Ekosistem Air Tawar
Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak
menyolok, penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Macam
tumbuhan yang terbanyak adalah jenis ganggang, sedangkan lainnya tumbuhan biji.
Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang hidup di air
tawar pada umumnya telah beradaptasi. Adaptasi organisme air tawar adalah
sebagai berikut.
a. Adaptasi
tumbuhan
Tumbuhan yang hidup di air tawar biasanya bersel satu dan
dinding selnya kuat seperti beberapa alga biru dan alga hijau. Air masuk ke
dalam sel hingga maksimum dan akan berhenti sendiri. Tumbuhan tingkat tinggi,
seperti teratai (Nymphaea gigantea), mempunyai akar jangkar (akar sulur). Hewan
dan tumbuhan rendah yang hidup di habitat air, tekanan osmosisnya sama dengan
tekanan osmosis lingkungan atau isotonis.
b. Adaptasi
hewan
Ekosistem air tawar dihuni oleh nekton. Nekton merupakan
hewan yang bergerak aktif dengan menggunakan otot yang kuat. Hewan tingkat tinggi
yang hidup di ekosistem air tawar, misalnya ikan, dalam mengatasi perbedaan
tekanan osmosis melakukan osmoregulasi untuk memelihara keseimbangan air dalam
tubuhnya melalui sistem ekskresi, insang, dan pencernaan.
Habitat air tawar merupakan perantara habitat laut dan
habitat darat. Penggolongan organisme dalam air dapat berdasarkan aliran energi
dan kebiasaan hidup.
a.
Berdasarkan aliran energi, organisme dibagi menjadi autotrof
(tumbuhan), dan fagotrof (makrokonsumen), yaitu karnivora predator, parasit,
dan saprotrof atau organisme yang hidup pada substrat sisa-sisa organisme.
b.
Berdasarkan kebiasaan hidup, organisme dibedakan sebagai
berikut.
1)
Plankton; terdiri atas fitoplankton dan zooplankton;
biasanya melayang-layang (bergerak pasif) mengikuti gerak aliran air.
2)
Nekton; hewan yang aktif berenang dalam air, misalnya ikan.
3)
Neuston; organisme yang mengapung atau berenang di permukaan
air atau bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air.
4)
Perifiton; merupakan tumbuhan atau hewan yang
melekat/bergantung pada tumbuhan atau benda lain, misalnya keong.
5) Bentos; hewan dan tumbuhan yang
hidup di dasar atau hidup pada endapan. Bentos dapat sessil (melekat) atau
bergerak bebas, misalnya cacing dan remis.
Ekosistem air tawar digolongkan menjadi air tenang dan air
mengalir. Termasuk ekosistem air tenang adalah danau dan rawa, termasuk
ekosistem air mengalir adalah sungai.
a. Danau
Danau merupakan suatu badan air yang menggenang dan luasnya mulai dari beberapa
meter persegi hingga ratusan meter persegi. Di danau terdapat pembagian daerah
berdasarkan penetrasi cahaya matahari. Daerah yang dapat ditembus cahaya
matahari sehingga terjadi fotosintesis disebut daerah fotik. Daerah yang tidak
tertembus cahaya matahari disebut daerah afotik. Di danau juga terdapat daerah
perubahan temperatur yang drastis atau termoklin. Termoklin memisahkan daerah
yang hangat di atas dengan daerah dingin di dasar.
Komunitas tumbuhan dan hewan tersebar di danau sesuai dengan kedalaman dan
jaraknya dari tepi. Berdasarkan hal tersebut danau dibagi menjadi 4 daerah
sebagai berikut.
1) Daerah litoral
Daerah ini merupakan daerah dangkal.
Cahaya matahari menembus dengan optimal. Air yang hangat berdekatan dengan
tepi. Tumbuhannya merupakan tumbuhan air yang berakar dan daunnya ada yang
mencuat ke atas permukaan air. Komunitas organisme sangat beragam termasuk
jenis-jenis ganggang yang melekat (khususnya diatom), berbagai siput dan remis,
serangga, krustacea, ikan, amfibi, reptilia air dan semi air seperti kura-kura
dan ular, itik dan angsa, dan beberapa mamalia yang sering mencari makan di
danau.
2) Daerah limnetik
Daerah ini merupakan daerah air
bebas yang jauh dari tepi dan masih dapat ditembus sinar matahari. Daerah ini
dihuni oleh berbagai fitoplankton, termasuk ganggang dan sianobakteri. Ganggang
berfotosintesis dan bereproduksi dengan kecepatan tinggi selama musim panas dan
musim semi.
Zooplankton yang sebagian besar termasuk Rotifera dan udang- udangan kecil
memangsa fitoplankton. Zooplankton dimakan oleh ikan-ikan kecil. Ikan kecil
dimangsa oleh ikan yang lebih besar, kemudian ikan besar dimangsa ular,
kura-kura, dan burung pemakan ikan.
3) Daerah profundal
Daerah ini merupakan daerah yang
dalam, yaitu daerah afotik danau. Mikroba dan organisme lain menggunakan
oksigen untuk respirasi seluler setelah mendekomposisi detritus yang jatuh dari
daerah limnetik. Daerah ini dihuni oleh cacing dan mikroba.
4) Daerah bentik
Daerah ini merupakan daerah dasar
danau tempat terdapatnya bentos dan sisa-sisa organisme mati.
Danau
juga dapat dikelompokkan berdasarkan produksi materi organik-nya, yaitu sebagai
berikut :
1) Danau Oligotropik
Oligotropik merupakan sebutan untuk
danau yang dalam dan kekurangan makanan, karena fitoplankton di daerah limnetik
tidak produktif. Ciricirinya, airnya jernih sekali, dihuni oleh sedikit
organisme, dan di dasar air banyak terdapat oksigen sepanjang tahun.
2) Danau Eutropik
Eutropik merupakan sebutan untuk
danau yang dangkal dan kaya akan kandungan makanan, karena fitoplankton sangat
produktif. Ciri-cirinya adalah airnya keruh, terdapat bermacam-macam organisme,
dan oksigen terdapat di daerah profundal.
Danau
oligotrofik dapat berkembang menjadi danau eutrofik akibat adanya materi-materi
organik yang masuk dan endapan. Perubahan ini juga dapat dipercepat oleh
aktivitas manusia, misalnya dari sisa-sisa pupuk buatan pertanian dan timbunan
sampah kota yang memperkaya danau dengan buangan sejumlah nitrogen dan fosfor.
Akibatnya terjadi peledakan populasi ganggang atau blooming, sehingga terjadi
produksi detritus yang berlebihan yang akhirnya menghabiskan suplai oksigen di
danau tersebut. Pengkayaan danau seperti ini disebut “eutrofikasi”. Eutrofikasi
membuat air tidak dapat digunakan lagi dan mengurangi nilai keindahan danau.
b.
Sungai
Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah. Air sungai dingin dan
jernih serta mengandung sedikit sedimen dan makanan. Aliran air dan gelombang
secara konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan
ketinggian dan garis lintang.
Komunitas yang berada di sungai
berbeda dengan danau. Air sungai yang mengalir deras tidak mendukung keberadaan
komunitas plankton untuk berdiam diri, karena akan terbawa arus. Sebagai
gantinya terjadi fotosintesis dari ganggang yang melekat dan tanaman berakar,
sehingga dapat mendukung rantai makanan.
Komposisi komunitas hewan juga berbeda antara sungai, anak sungai, dan hilir.
Di anak sungai sering dijumpai Man air tawar. Di hilir sering dijumpai ikan
kucing dan gurame. Beberapa sungai besar dihuni oleh berbagai kura-kura dan
ular. Khusus sungai di daerah tropis, dihuni oleh buaya dan lumba-lumba.
Organisme sungai dapat bertahan tidak terbawa arus karena mengalami adaptasi
evolusioner. Misalnya bertubuh tipis dorsoventral dan dapat melekat pada batu.
Beberapa jenis serangga yang hidup di sisi-sisi hilir menghuni habitat kecil
yang bebas dari pusaran air.
3. Ekosistem
air laut
Ekosistem air laut
dibedakan atas lautan, pantai, estuari, dan terumbu karang.
a.
Laut
Habitat laut (oseanik)
ditandai oleh salinitas (kadar garam) yang tinggi dengan ion CI- mencapai 55%
terutama di daerah laut tropik, karena suhunya tinggi dan penguapan besar. Di
daerah tropik, suhu laut sekitar 25°C. Perbedaan suhu bagian atas dan bawah tinggi.
Batas antara lapisan air yang panas di bagian atas dengan air yang dingin di
bagian bawah disebut daerah termoklin. Di daerah dingin, suhu air laut merata
sehingga air dapat bercampur, maka daerah permukaan laut tetap subur dan banyak
plankton serta ikan. Gerakan air dari pantai ke tengah menyebabkan air bagian
atas turun ke bawah dan sebaliknya, sehingga memungkinkan terbentuknya rantai
makanan yang berlangsung balk. Habitat laut dapat dibedakan berdasarkan
kedalamannya dan wilayah permukaannya secara horizontal.
Menurut kedalamannya,
ekosistem air laut dibagi sebagai berikut.
1)
Litoral merupakan daerah
yang berbatasan dengan darat.
2)
Neretik merupakan daerah
yang masih dapat ditembus cahaya matahari sampai bagian dasar dalamnya ± 300
meter.
3)
Batial merupakan daerah
yang dalamnya berkisar antara 200-2500 m.
4)
Abisal merupakan daerah
yang lebih jauh dan lebih dalam dari pantai (1.500-10.000 m).
Menurut
wilayah permukaannya secara horizontal, berturut-turut dari tepi laut semakin
ke tengah, laut dibedakan sebagai berikut.
1)
Epipelagik merupakan daerah
antara permukaan dengan kedalaman air sekitar 200 m.
2)
Mesopelagik merupakan
daerah dibawah epipelagik dengan kedalam an 200-1000 m. Hewannya misalnya ikan
hiu.
3)
Batiopelagik merupakan
daerah lereng benua dengan kedalaman 200-2.500 m. Hewan yang hidup di daerah
ini misalnya gurita.
4)
Abisalpelagik merupakan
daerah dengan kedalaman mencapai 4.000m; tidak terdapat tumbuhan tetapi hewan
masih ada. Sinar matahari tidak mampu menembus daerah ini.
5)
Hadal pelagik merupakan bagian
laut terdalam (dasar). Kedalaman lebih dari 6.000 m. Di bagian ini biasanya
terdapat lele laut dan ikan Taut yang dapat mengeluarkan cahaya. Sebagai
produsen di tempat ini adalah bakteri yang bersimbiosis dengan karang tertentu.
Di
laut, hewan dan tumbuhan tingkat rendah memiliki tekanan osmosis sel yang
hampir sama dengan tekanan osmosis air laut. Hewan tingkat tinggi beradaptasi
dengan cara banyak minum air, pengeluaran urin sedikit, dan pengeluaran air
dengan cara osmosis melalui insang. Garam yang berlebihan diekskresikan melalui
insang secara aktif.
b.
Ekosistem
pantai
Ekosistem pantai letaknya
berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah pasang surut. Ekosistem
pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut. Organisme yang hidup
di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat di substrat
keras. Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah
ini dihuni oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi
bagi kepiting dan burung pantai. Daerah tengah pantai terendam saat pasang
tinggi dan pasang rendah. Daerah ini dihuni oleh ganggang, porifera, anemon
laut, remis dan kerang, siput herbivora dan karnivora, kepiting, landak laut,
bintang laut, dan ikan-ikan kecil. Daerah pantai terdalam terendam saat air
pasang maupun surut. Daerah ini dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan serta
rumput laut.
Komunitas tumbuhan
berturut-turut dari daerah pasang surut ke arah darat dibedakan sebagai
berikut.
1)
Formasi
pes caprae
Dinamakan
demikian karena yang paling banyak tumbuh di gundukan pasir adalah tumbuhan
Ipomoea pes caprae yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin; tumbuhan
ini menjalar dan berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex littorius
(rumput angin), Vigna, Euphorbia atoto, dan Canaualia martina. Lebih ke arah
darat lagi ditumbuhi Crinum asiaticum (bakung), Pandanus tectorius (pandan),
dan Scaeuola Fruescens (babakoan).
2)
Formasi
baringtonia
Daerah
ini didominasi tumbuhan baringtonia, termasuk di dalamnya Wedelia, Thespesia,
Terminalia, Guettarda, dan Erythrina. Bila tanah di daerah pasang surut
berlumpur, maka kawasan ini berupa hutan bakau yang memiliki akar napas. Akar
napas merupakan adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur yang kurang oksigen.
Selain berfungsi untuk mengambil oksigen, akar ini juga dapat digunakan sebagai
penahan dari pasang surut gelombang. Yang termasuk tumbuhan di hutan bakau
antara lain Nypa, Acathus, Rhizophora, dan Cerbera. Jika tanah pasang surut
tidak terlalu basah, pohon yang sering tumbuh adalah: Heriticra, Lumnitzera,
Acgicras, dan Cylocarpus.
c.
Estuari
Estuari (muara) merupakan
tempat bersatunya sungai dengan laut. Estuari sering dipagari oleh lempengan
lumpur intertidal yang luas atau rawa garam.
Salinitas air berubah secara bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut.
Salinitas ini juga dipengaruhi oleh siklus harian dengan pasang surut aimya.
Nutrien dari sungai memperkaya estuari. Komunitas tumbuhan yang hidup di
estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas
hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada
beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat
kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar. Estuari juga merupakan
tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air.
d. Terumbu karang
Di laut tropis, pada daerah
neritik, terdapat suatu komunitas yang khusus yang terdiri dari karang batu dan
organisme-organisme lainnya. Komunitas ini disebut terumbu karang. Daerah
komunitas ini masih dapat ditembus cahaya matahari sehingga fotosintesis dapat
berlangsung. Terumbu karang didominasi oleh karang (koral) yang merupakan
kelompok Cnidaria yang mensekresikan kalsium karbonat. Rangka dari kalsium
karbonat ini bermacammacam bentuknya dan menyusun substrat tempat hidup karang
lain dan ganggang. Hewan-hewan yang hidup di karang memakan organisme
mikroskopis dan sisa organik lain. Berbagai invertebrata, mikro organisme, dan
ikan, hidup di antara karang dan ganggang. Herbivora seperti siput, landak
laut, ikan, menjadi mangsa bagi gurita, bintang laut, dan ikan karnivora.
D. Keseimbangan
Ekosistem
Secara alami suatu
ekosistem dalam keadaan seimbang. Keseimbangan ini akan terganggu bila ada
gangguan dari luar, seperti bencana alam atau campur tangan manusia. Komponen
penyusun ekosistem tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling tergantung. Suatu
komponen biotik yang ada di dalam ekosistem ditunjang oleh komponen biotik lainnya.
Dalam suatu ekosistem selalu terjadi perubahan jumlah populasi tumbuhan,
herbivora, dan karnivora (komponen biotik).
Alam akan mengatur ekosistem sedemikian rupa sehingga
perbandingan antara jumlah produsen dan konsumen selalu seimbang. Keseimbangan
alam (ekosistem) akan terpelihara bila komposisi komponen-komponennya (komponen
biotik maupun komponen abiotik) dalam keadaan seimbang.
Untuk menjaga keseimbangan pada ekosistem, maka
terjadi peristiwa makan dan dimakan. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan
populasi suatu organisme. Peristiwa makan dan dimakan antarmakhluk hidup dalam
suatu ekosistem membentuk rantai makanan dan jaring-jaring makanan.
1. Rantai Makanan
Proses makan dan dimakan terjadi dalam suatu
ekosistem. Dalam suatu ekosistem terjadi peristiwa makan dan dimakan dalam
suatu garis lurus yang disebut rantai makanan. Rantai makanan ini terjadi jika
satu jenis produsen dimakan oleh satu jenis konsumen pertama, konsumen pertama
dimakan oleh satu jenis konsumen kedua, dan seterusnya. Konsumen yang menjadi
pemakan terakhir disebut konsumen puncak. Rantai makanan terjadi di berbagai
ekosistem. Di antara rantai makanan tersebut terdapat pengurai, karena pada
akhirnya semua makhluk hidup akan mati dan diuraikan oleh pengurai.
2. Jaring-Jaring Makanan
Di alam ini satu produsen tidak hanya dimakan oleh
satu jenis konsumen pertama. Tetapi, bisa dimakan oleh lebih dari satu jenis
konsumen pertama, satu jenis konsumen pertama dapat dimakan lebih dari satu
jenis konsumen kedua dan seterusnya.
3.
Piramida
Makanan
Dalam
ekosistem yang seimbang jumlah produsen lebih banyak daripada jumlah konsumen
tingkat I, jumlah konsumen tingkat II lebih banyak daripada konsumen tingkat
III, demikian seterusnya. Hal ini disebabkan oleh hilangnya energi pada setiap
tingkatan makanan. Jika rantai makanan digambarkan dari produsen sampai
konsumen tingkat tinggi, maka akan terbentuk suatu piramida makanan. Dalam ekosistem
yang seimbang jumlah produsen lebih banyak daripada jumlah konsumen tingkat I,
jumlah konsumen tingkat II lebih banyak daripada konsumen tingkat III, demikian
seterusnya. Hal ini disebabkan oleh hilangnya energi pada setiap tingkatan
makanan. Jika rantai makanan digambarkan dari produsen sampai konsumen tingkat
tinggi, maka akan terbentuk suatu piramida makanan.
E.
Pelestarian Ekosistem
Keanekaragaman
makhluk hidup perlu dijaga supaya ekosistem menjadi stabil. Semakin
beranekaragam makhluk hidup dalam suatu ekosistem, semakin stabil ekosistem
tersebut. Flora dan fauna alami yang terdapat di hutan perlu dilestarikan
karena merupakan sumber plasma nutfah (plasma benih). Sumber plasma nutfah
dapat dimanfaatkan untuk mencari bibit unggul bagi kepentingan kesejahteraan
manusia. Upaya perlindungan keanekaragaman hayati dapat dilakukan dengan
mendirikan cagar alam, taman nasional, hutan wisata, taman laut, hutan lindug
dan kebun raya. Untuk mencegah kepunahan makhluk hidup, kadang diperlukan
pemeliharaan untuk mengembangbiakannya, yang disebut dengan penangkaran.
Pemeliharaan dapat dilakukan secara in situ dan ex situ. Pemeliharaan in situ
adalah pemeliharaan yang dilakukan di habitat aslinya. Pemeliharaan ex situ
adalah pemeliharaan yang dilakukan di luar habitat aslinya, misalnya di kebun
binatang.
F. Pendekatan ekosisem dalam penanggulangan
kemiskinan, refleksi penanggulangan kemiskinan di Sulawesi Tengah
Untuk mengurangi
penduduk miskin telah dilakukan berbagai program penanggulangan kemiskinan oleh
pemerintah, swasta, dan LSM. Beragam program penanggulangan
kemiskinan itu ada yang bersifat sektoral oleh pemerintah, LSM
dengan program pengembangan masyarakat, sementara swasta lebih dikenal dengan
program kemitraannya. Sudah pasti setiap instansi atau lembaga memiliki
kriteria mengenai kemiskinan dan memiliki pola kerja/pola pengembangan
masing-masing.
Sampai saat ini belum ada kriteria yang baku
dalam mengidentifikasi penduduk miskin, pengertian dan kriteria kemiskinan
begitu beragam sesuai badan/instansi/dinas yang menangani masalah kemiskinan.
Bagi dinas sosial misalnya, mereka yang miskin adalah: mereka yang sama sekali
tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasar mereka yang layak bagi kemanusiaan; mereka yang sudah mempunyai mata
pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi
kemanusiaan; mereka yang termasuk kelompok marginal yang berada di sekitar
garis kemiskinan. Disamping itu ukuran kemiskinan lainnya dari BKKBN
yaitu berdasarkan kelompok prasejahtera dan sejahtera I. Kedua kriteria
kemiskinan itu adalah paling banyak digunakan dalam menentukan penduduk miskin.
Namun dari sekian banyak Program
Penanggulangan kemiskinan yang ditawarkan belum banyak berdampak pada
pengurangan penduduk miskin. Bahkan memperlihatkan kecenderungan
peningkatan penduduk miskin sejak terjadinya krisis ekonomi. Hal ini
disebabkan antara lain Program Penanggulangan Kemiskinan (PPK) kurang
mempertimbangkan aspek ekosistem suatu wilayah. Padahal akar kemiskinan
banyak disebabkan faktor ekosistem. Kemiskinan yang disebabkan ekosistem
sebenarnya masalahnya lebih kompleks dan lebih sulit diatasi. Namun
hal ini kurang disadari oleh beragam pelaksana PPK.
Misalnya
isu kemiskinan diteluk Palu (Provinsi Sulawesi Tengah), kemiskinan lebih banyak
disebabkan kerusakan ekosistem seperti:
pengolahan sumberdaya perikanan secara berlebih-lebihan oleh perusahaan
perikanan, pengelolaan galian C terdapat di sepanjang Teluk Palu, dan limbah
rumah tangga yang semuanya bermuara di Teluk Palu. Hal ini ditanggapi oleh
beberapa LSM yang kemudian melahirkan Serikat Nelayan Teluk Palu (SNTP).
Gerak penanggulangan kemiskinan kemudian dilakukan melalui
langkah-langkah perlawanan dari masyarakat asli melalui wadah SNTP
terhadap pihak-pihak yang selama ini mengambil keuntungan di teluk. SNTP
menyiapkan basis-basis masyarakat nelayan, yaitu suatu kesatuan komunitas yang
terdiri dari para nelayan. Pada setiap basis dibentuk kelompok-kelompok kecil-
atau kelompok dua-an dengan bantuan dana dari lembaga Pemulihan Kerberdayaan
Masyarakat (PKM). Sementara Yayasan Pendidikan Rakyat bertindak sebagai
pendamping lapangan.
Keberadaan SNTP berhasil membangun norma
pengelolaan sumber daya perairan, dengan membuat kesepakatan bersama, yaitu:
“siapa saja bisa menangkap ikan di teluk, tetapi harus
menggunakan alat tangkap yang tidak mengeksploitasi secara besar-besaran.
Alat tangkap harus sederhana sehingga pendapatan antar nelayan bisa
merata. Disamping itu, tidak terjadi eksploitasi sumberdaya alam secara
besar-besaran”.
Secara sederhana norma pengelolaan sumberdaya perairan tersebut dapat
dipandang sebagai visi masyarakat lapisan bawah dalam upaya
penanggulangan kemiskinan bagi diri mereka sendiri .
Sementara itu, semaraknya usaha pertambangan
galian C di Sulawesi Tengah telah mendatangkan gerakan perlawanan dari
masyarakat. Perlawanan itu berkaitan dengan dampak dari pengelolaan
galian C tersebut kepada masyarakat luas, yang dapat dilihat pada beberapa
aspek berikut:
1.
Galian
C pada mulanya merupakan usaha-usaha tradisional yang telah berlangsung lama
sebagai bagian dari usaha kecil masyarakat dengan menggunakan teknologi
sederhana. Dampaknya secara ekologi relatif kecil. Namun sejak
tahun 1980-an, usaha galian C berpindah tangan dari masyarakat kecil ke pengusaha
besar sebagai akibat dari dikeluarkannya seperangkat Perda tentang galian C
yang terus diperbaharui sejak tahun 1980-an.
2.
Dengan
beralihnya pengusahaan galian C dari masyarakat kecil ke pada pengusaha besar
menimbulkan kerusakan ekologi yang berakibat pada gangguan pada sistem
pertanian dan sistem perikanan tangkap di Teluk Palu. Akibatnya masyarakat
petani kecil dan nelayan kecil dirugikan secara ekonomi,
3.
Praktek
galian C yang dilakukan oleh para pengusaha yang dikawal dengan kebijakan
daerah sekalipun merugikan secara ekonomi dan secara ekologi pada tingkat
petani/nelayan tetapi tetap memberikan devisa yang signifikan
kepada PAD. Karena itu ketegangan yang terjadi mengarah kepada konflik
vertikal antara pemerintah daerah dan masyarakat kecil.
Konflik jenis ini merupakan salah satu
persoalan penting dalam kehidupan masyarakat Sulawesi Tengah. Hal ini
karena semakin terpinggirkannya penduduk asli dari kehidupan
tradisionalnya, akibat dari hegemoni para pendatang. Para pendatang menguasai
sebahagian besar sumberdaya agraris di akwasan tersebut.
Isu kemiskinan berkenaan dengan hal ini
adalah terjadinya kesenjangan penguasaan aset ekonomi antara para pendatang
dengan penduduk asli. Gejala kemiskinan muncul sebagai akibat dari interaksi
fungsional yang berkepanjangan antara penduduk pendatang yang memiliki etos
kerja tinggi dengan penduduk asli yang memiliki etos kerja rendah.
Selanjutnya
permasalahan yang banyak diperdebatkan adalah sasaran bantuan, ada yang
sependapat bila bantuan sebaiknya perorangan saja tetapi ada juga lewat
kelompok. "Sebaiknya bantuan diberikan melalaui perorangan karena lebih
dapat dipertanggungjawabkan. “Saya tidak begitu yakin apabila perguliran dana
melalui kelompok, mana ada kelompok yang mau menggulirkan dananya ke kelompok
lainnya", kata salah seorang peserta pertemuan dari Dinas Pertanian
Donggala. Sebaliknya peserta dari Bali Informasi Penyuluh Pertanian (BIPP)
lebih setuju bila melalui kelompok karena kelompok lebih mudah mendapat
bimbingan dari pendamping. Dengan asumsi dalam kelompok itu tidak
semuanya miskin tapi ada (pengurusnya) yang memiliki SDM lebih baik seperti
kelompok P4K.
Jika
kita cermati mengapa program P4K lebih berhasil dibanding dengan program
lainnya karena program ini sebenarnya lebih akomodatif terhadap aspek
ekosistem. Program P4K dilaksanakan pada masyarakat terbiasa berkelompok
(kelompok tani) sehingga pendekatan kelompok yang dilakukan dapat diterima
karena masyarakatnya sudah terbiasa berkelompok. Demikian juga angsuran kredit
disesuaikan dengan kondisi usaha mereka (sektor pertanian) yang tergantung
dengan musiman. Misalnya program P4K di Desa Sidera, Kecamatan Biromaru,
Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Dibanding dengan program lainnya P4K lebih
berhasil, selain keunggulan yang disebutkan di atas kelompok P4K juga mendapat
pembinaan dari pendamping (PPL). Keberadaan PPL berperan penting dalam
perkembangan kelompok, pada setiap pertemuan PPL membimbing masalah kredit,
pertukaran informasi dagang antaranggota, dan pembukuan.
Sebaliknya banyak program yang gagal karena
kurang memperhatikan aspek ekosistem setempat. Misalnya, berbagai
pelatihan yang diberikan kadang-kadang tidak sesuai kebutuhan peserta.
“Gatal di kaki garuk di kepala. Orang pulau diajari bercocok tanam kakao atau
palawija, sebaliknya orang darat dibina bagaimana caranya mengawetkan ikan
asin. Masyarakat sih mau saja terima materi pelatihan, apalagi kalau
pelatihan dapat uang saku. Tapi di situ program menjadi tidak pernah pas dengan
apa yang diharapkan masyarakat”, kata salah seorang pendamping lokal di Bungku
Selatan, Sulawesi Tengah.
Akhirnya, dengan
menggunakan pendekatan ekosistem dalam penanggulangan kemiskinan, sebenarnya
kemiskinan di suatu wilayah dapat dipetakan berdasarkan klasifikasi tipe
ekologi. Di Sulawesi Tengah, hasil pemetaan tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat perkotaaan denga aktivitas utama industri dan jasa memiliki
skor indeks kemiskinan yang lebih baik dibanding dengan tipe masyarakat
dengan tipe agro-ekosistem lainnya yang justru banyak memiliki alternatif
sumber ekonomi berkenaan dengan potensi sumberdaya alamnya. Padahal kebutuhan
hidup masyarakat Kota Palu di datangkan dari berbagai daerah sekitarnya,
terutama dari daerah-daerah kabupaten yang ada di Sulawesi Tengah.
Kenyataan
seperti itu menunjukkan bahwa potensi agroekosistem belum dikembangkan
secara optimal bagi upaya penanggulangan kemiskinan. Justru masyarakat di
daerah perkotaan yang banyak menerima intervensi program-program pembangunan
melalui program pengembangan kota seperti infrastruktur prasarana ekonomi dan
sosial budaya banyak menghasilkan reduksi kemiskinan. Dengan kata lain,
instrumen kebijakan pembangunan lebih efektif mereduksi kemiskinan secara tajam
dibanding
dengan mengandalkan masyarakat hidup dari sumber daya alam yang kaya-raya tanpa ditunjang dengan
kebijakan yang memihak pada masyarakat miskin.