A.
Sejarah Sulawesi Tengah
Wilayah provinsi Sulawesi Tengah sebelum
jatuh ke tangan Pemerintahan Hindia Belanda merupakan sebuah Pemerintahan
Kerajaan yang terdiri atas 15 kerajaan di bawah kepemimpinan para raja yang
selanjutnya dalam sejarah Sulawesi Tengah dikenal dengan julukan Tujuh Kerajaan
di Timur dan Delapan Kerajaan di Barat.
Semenjak tahun 1905, wilayah Sulawesi
Tengah seluruhnya jatuh ke tangan Pemerintahan Hindia Belanda, dari Tujuh
Kerajaan di Timur dan Delapan Kerajaan di Barat, kemudian oleh Pemerintah
Hindia Belanda dijadikan Landschap-landschap atau Pusat-pusat Pemerintahan
Hindia Belanda yang meliputi, antara lain:
Poso
Lage di Poso
Lore
di Wianga
Tojo
di Ampana
Pulau
Una-una di Una-una
Bungku
di Bungku
Mori
di Kolonodale
Banggai
di Luwuk
Parigi
di Parigi
Moutong
di Tinombo
Tawaeli
di Tawaeli
Banawa
di Donggala
Palu
di Palu
Sigi/Dolo
di Biromaru
Kulawi
di Kulawi
Tolitoli
di Tolitoli
Dalam perkembangannya, ketika
Pemerintahan Hindia Belanda jatuh dan sudah tidak berkuasa lagi di Sulawesi
Tengah serta seluruh Indonesia, Pemerintah Pusat kemudian membagi wilayah
Sulawesi Tengah menjadi 3 (tiga) bagian, yakni: Sulawesi Tengah bagian Barat,
meliputi wilayah Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Buol Tolitoli.
Pembagian wilayah ini didasarkan pada Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959,
tentang pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi.
Sulawesi Tengah bagian Tengah (Teluk Tomini),
masuk Wilayah Karesidenan Sulawesi Utara di Manado. Pada tahun 1919, seluruh
Wilayah Sulawesi Tengah masuk Wilayah Karesidenen Sulawesi Utara di Manado.
Pada tahun 1940, Sulawesi Tengah dibagi menjadi 2 Afdeeling yaitu Afdeeling
Donggala yang meliputi Tujuh Onder Afdeeling dan Lima Belas Swapraja.
Sulawesi Tengah bagian Timur (Teluk Tolo)
masuk Wilayah Karesedenan Sulawesi Timur Bau-bau. Tahun 1964 dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 1964 terbentuklah Daerah
Tingkat I Sulawesi Tengah yang meliputi empat kabupaten yaitu Kabupaten
Donggala, Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Buol Tolitoli.
Selanjutnya Pemerintah Pusat menetapkan Propinsi Sulawesi Tengah sebagai
Provinsi yang otonom berdiri sendiri yang ditetapkan dengan Undang-undang Nomor
13 Tahun 1964 tentang Pembentukan Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan
selanjutnya tanggal pembentukan tersebut diperingati sebagai Hari Lahirnya
Provinsi Sulawesi Tengah.
Dengan perkembangan Sistem Pemerintahan
dan tutunan Masyarakat dalam era Reformasi yang menginginkan adanya pemekaran
Wilayah menjadi Kabupaten, maka Pemerintah Pusat mengeluarkan kebijakan melalui
Undang-undang Nomor 11 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 51
Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Buol, Morowali dan Banggai Kepulauan.
Kemudian melalui Undang-undang Nomor 10 Tahun 2002 oleh Pemerintah Pusat
terbentuk lagi 2 Kabupaten baru di Provinsi Sulawesi Tengah yakni Kabupaten
Parigi Moutong dan Kabupaten Tojo Una-Una. Kini berdasarkan pemekaran wilayah
kabupaten, provinsi ini terbagi menjadi 10 daerah, yaitu 9 kabupaten dan 1
kota.
B.
Etnis Di Sulawesi Tengah
Penduduk asli Sulawesi Tengah terdiri
atas 15 kelompok etnis atau suku, yaitu:
Etnis
Kaili berdiam di kabupaten Donggala dan kota Palu
Etnis
Kulawi berdiam di kabupaten Donggala
Etnis
Lore berdiam di kabupaten Poso
Etnis
Pamona berdiam di kabupaten Poso
Etnis
Mori berdiam di kabupaten Morowali
Etnis
Bungku berdiam di kabupaten Morowali
Etnis
Saluan atau Loinang berdiam di kabupaten Banggai
Etnis
Balantak berdiam di kabupaten Banggai
Etnis
Mamasa berdiam di kabupaten Banggai
Etnis
Taa berdiam di kabupaten Banggai
Etnis
Bare'e berdiam di kabupaten Touna
Etnis
Banggai berdiam di Banggai Kepulauan
Etnis
Buol mendiami kabupaten Buol
Etnis
Tolitoli berdiam di kabupaten Tolitoli
Etnis
Tomini mendiami kabupaten Parigi Moutong
Etnis
Dampal berdiam di Dampal, kabupaten Tolitoli
Etnis
Dondo berdiam di Dondo, kabupaten Tolitoli
Etnis
Pendau berdiam di kabupaten Tolitoli
Etnis
Dampelas berdiam di kabupaten Donggala
Di samping 13 kelompok etnis, ada
beberapa suku hidup di daerah pegunungan seperti suku Da'a di Donggala, suku
Wana di Morowali, suku Seasea dan Suku Ta' di Banggai dan suku Daya di Buol
Tolitoli. Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar 22 bahasa yang
saling berbeda antara suku yang satu dengan yang lainnya, namun masyarakat
dapat berkomunikasi satu sama lain menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional dan bahasa pengantar sehari-hari.
Selain penduduk asli, Sulawesi Tengah
dihuni pula oleh transmigran seperti dari Bali, Jawa, Nusa Tenggara Barat dan
Nusa Tenggara Timur. Suku pendatang yang juga banyak mendiami wilayah Sulawesi
Tengah adalah Bugis, Makasar dan Toraja serta etnis lainnya di Indonesia sejak awal
abad ke 19 dan sudah membaur. Jumlah penduduk di daerah ini sekitar 2.128.000
jiwa yang mayoritas beragama Islam, lainnya Kristen, Hindu dan Budha. Tingkat
toleransi beragama sangat tinggi dan semangat gotong-royong yang kuat merupakan
bagian dari kehidupan masyarakat.
Pertanian merupakan sumber utama mata
pencaharian penduduk dengan padi sebagai tanaman utama. Kopi, kelapa, kakao dan
cengkeh merupakan tanaman perdagangan unggulan daerah ini dan hasil hutan
berupa rotan, beberapa macam kayu seperti agatis, ebony dan meranti yang
merupakan andalan Sulawesi Tengah.
Masyarakat yang tinggal di daerah
pedesaan diketuai oleh ketua adat disamping pimpinan pemerintahan seperti
Kepala Desa. Ketua adat menetapkan hukum adat dan denda berupa kerbau bagi yang
melanggar. Umumnya masyarakat yang jujur dan ramah sering mengadakan upacara
untuk menyambut para tamu seperti persembahan ayam putih, beras, telur serta
tuak yang difermentasikan dan disimpan dalam bambu.
C.
Masyarakat
Penduduk Sulawesi Tengah terdiri atas beberapa kelompok
etnik dan masih terbuka bagi transmigran dari Sulawesi Utara dan Selatan, Jawa
dan Bali, yang telah bermukim disana. Di Kabupaten Donggala terdapat suku
Kaili, Tomini dan Kulawi. Masyarakat Poso dibagi menjadi Lore, Pamona, Mori dan
Bungku.
Di Kabupaten Banggai ada suku Banggai, Saluan dan Balanta,
sedangkan di Toli-Toli ada suku Toli-Toli, Dondo dan Buol. Beberapa kelompok
ini selanjutnya dibagi menjadi beberapa sub kelompok yang memiliki tradisi
tersendiri yaitu:
1.
|
Suku Kaili yang menghuni sebagian
besar Kabupaten Donggala, dibagi menjadi 4 sub kelompok yang memiliki bahasa
tersendiri.
|
2.
|
Suku Kulawi di Donggala dibagi
dalam 2 sub kelompok yang satu menggunakan bahasa Kaili dan yang lainnya
dialek Kulawi Lindu.
|
3.
|
Suku Lore dengan 3 sub kelompok
yang hidup di Poso yaitu sub kelompok yang menggunakan dialek Kaili Tawaili,
tinggal di sebelah utara kabupaten tersebut, dan 2 sub kelompok lainnya yang
memiliki bahasa tersendiri yaitu Napu dan Bada.
|
4.
|
Kelompok Pamona di Kabupaten Poso berbicara
dalam satu bahasa yang hidup disepanjang pantai utara dan Danau Poso.
|
5.
|
Suku Mori yang memiliki bahasa
tersendiri dan tinggal di Mori Atas dan sekitarnya.
|
6.
|
Kelompok Bungku yang terletak di
pantai sebelah tenggara Kabupaten Poso di Kabupaten Morowali.
|
7.
|
Kelompok Saluan di sekitar Luwuk
Kab. Banggai.
|
8.
|
Kelompok Balantak yang mendiami
pantai sebelah timur Kabupaten Banggai.
|
9.
|
Suku Banggai yang terdapat di
kepulauan Banggai.
|
10.
|
Kelompok Buol di pantai bagian
utara Toli-Toli.
|
11.
|
Kelompok Toli-Toli terdapat di
beberapa Kecamatan Buol Toli-Toli.
|
12.
|
Suku-suku terasing.
|
Disamping beberapa kelompok etnik di atas ada beberapa suku
terasing hidup di daerah pegunungan seperti Tolare di Donggala, Wana di Poso,
Sea-Sea di Luwuk, dan Daya di Buol Toli-Toli.
Meskipun mereka memiliki bahasa tersendiri yang kira-kira 22
bahasa, yang saling berbeda antara yang satu dengan yang lainnya merekapun
berbicara dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional, bahasa pengantar di
sekolah dan bahasa resmi.
Dengan posisinya di jantung pulau, Sulawesi Tengah telah
dihuni oleh masyarakat yang pindah dari Bali. Hal ini telah dipercepat dengan
adanya usaha pemerintah untuk memindahkan sebagian masyarakat Jawa dan Bali ke
daerah yang masih jarang penduduknya.
Penduduk daerah ini sekitar 1,5 juta jiwa yang mayoritas
beragama Islam dan lainnya Kristen, Hindu dan Budha.
Pertanian merupakan sumber utama pencaharian dengan padi
sebagai tanaman utama serta masyarakat yang sebagian besar bermukim di
pedesaan, telah meningkatkan laju daya baca di daerah-daerah terpencil.
Dengan demikian mudah berkomunikasi dalam bahasa Indonesia
baik terhadap anak-anak maupun yang dewasa.
Tingkat toleransi yang tinggi dan semangat gotong-royong
merupakan bagian dari kehidupan masyarakat.
Penyelenggaraan Hidup dalam Masyarakat antara lain yaitu :
1. Pemenuhan Kebutuhan
Pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan cara-cara pemenuhan
kebutuhan dari zaman kuno. Untuk beberapa daerah sudah mulai di lakukan
penanaman padi. Di Toli-Toli sudah mulai mengenal penanaman padi, yaitu pada
tempat-tempat yang di genangi air. Mereka yang menanam di rawa belum mengetahui
teknik pengaturan air hingga padi di tanamnya sampai tua tetap tergenang dalam
air. Sudah mulai penanaman sagu (yang tadinya hanya tumbuh sendiri di
hutan-hutan) dan kelapa yang sering dijadikan emas kawin. Mereka sudah mulai
memelihara binatang ternak seperti ayam, anjing (untuk berburu), kerbau dan
sapi. Di samping pertanian lading di beberapa tempat sudah mulai mengerjakan
sawah. Juga berburu dan mengambil hasil hutan seperti rotan, dammar, untuk
kebutuhan sendiri-sendiri.
2. Hubungan Antargolongan
Dalam masyarakat semakin jelas adanya kelompo-kelompok raja,
bangsawan, orng merdeka, budak atau hamba. Hubungan antara golongan-golongan in
di atur oleh adat yang sudah melembaga dalam masyarakat. Di Toli-Toli antara
golongan Unbokilan dan Manuru sudah ada kerukunan. Tingkatan-tingkatan dalam
masyarakat adalah sebagai berikut:
- Keluarga
Bangsawan di sebut golongan 12 Tua.
- Keluarga
Bangsawan Muda di sebut golongan 12 Muda, atau 8.
- Keluarga
orang biasa di sebu golongan 4.
Perbedaan
atau pembagian lapisan masyarakat ini amat menonjol dan nyata sekali pada waktu
adapt upacara-upacara perkawinan, kematian dan sebagainya.
D.
Budaya Masyarakat Sulawesi Tengah
Sulawesi Tengah kaya akan budaya yang
diwariskan secara turun-temurun. Tradisi yang menyangkut aspek kehidupan
dipelihara dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kepercayaan lama adalah
warisan budaya yang tetap terpelihara dan dilakukan dalam beberapa bentuk
dengan berbagai pengaruh modern serta pengaruh agama.
Karena banyak kelompok etnis mendiami
Sulawesi Tengah, maka terdapat pula banyak perbedaan di antara etnis tersebut
yang merupakan kekhasan yang harmonis dalam masyarakat. Mereka yang tinggal di
pantai bagian barat kabupaten Donggala telah bercampur dengan masyarakat Bugis
dari Sulawesi Selatan dan masyarakat Gorontalo. Di bagian timur pulau Sulawesi,
juga terdapat pengaruh kuat Gorontalo dan Manado, terlihat dari dialek daerah
Luwuk dan sebaran suku Gorontalo di kecamatan Bualemo yang cukup dominan.
Ada juga pengaruh dari Sumatera Barat
seperti nampak dalam dekorasi upacara perkawinan. Kabupaten Donggala memiliki
tradisi menenun kain warisan zaman Hindu. Pusat-pusat penenunan terdapat di
Donggala Kodi, Watusampu, Palu, Tawaeli dan Banawa. Sistem tenun ikat ganda
yang merupakan teknik spesial yang bermotif Bali, India dan Jepang masih dapat
ditemukan.
Sementara masyarakat pegunungan memiliki
budaya tersendiri yang banyak dipengaruhi suku Toraja, Sulawesi Selatan. Meski
demikian, tradisi, adat, model pakaian dan arsitektur rumah berbeda dengan
Toraja, seperti contohnya ialah mereka menggunakan kulit beringin sebagai
pakaian penghangat badan. Rumah tradisional Sulawesi Tengah terbuat dari tiang
dan dinding kayu yang beratap ilalang dan hanya memiliki satu ruang besar. Lobo
atau duhunga merupakan ruang bersama atau aula yang digunakan untuk festival
atau upacara, sedangkan Tambi merupakan rumah tempat tinggal. Selain rumah, ada
pula lumbung padi yang disebut Gampiri.
Buya atau sarung seperti model Eropa
hingga sepanjang pinggang dan keraba semacam blus yang dilengkapi dengan benang
emas. Tali atau mahkota pada kepala diduga merupakan pengaruh kerajaan Eropa.
Baju banjara yang disulam dengan benang emas merupakan baju laki-laki yang
panjangnya hingga lutut. Daster atau sarung sutra yang membujur sepanjang dada
hingga bahu, mahkota kepala yang berwarna-warni dan parang yang diselip di
pinggang melengkapi pakaian adat.
E.
Kepercayaan Masyarakat Sulawesi Tengah
Penduduk Sulawesi Tengah sebagian besar
memeluk agama Islam. Tercatat 72.36% penduduknya memeluk agama Islam, 24.51%
memeluk agama Kristen dan 3.13% memeluk agama Hindu serta Budha. Islam
disebarkan di Sulawesi Tengah oleh Datuk Karamah, seorang ulama dari Sumatera
Barat dan diteruskan oleh Al Alimul Allamah Al-Habib As Sayyed Idrus bin Salim
Al Djufri, seorang guru pada sekolah Alkhairaat dan juga diusulkan sebagai
Pahlawan nasional. Salah seorang cucunya yang bernama Salim Assegaf Al Jufri
menduduki jabatan sebagai Menteri Sosial saat ini.
Agama Kristen pertama kali disebarkan di
kabupaten Poso dan bagian selatan Donggala oleh missioner Belanda, A.C Cruyt
dan Adrian.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kependudukan
merupakan salah satu aspek yang memerlukan perhatian dalam proses pembangunan,
seperti jumlah komposisi dan distribusi
penduduk. Penduduk yang di dominasi oale kelompok muda usia mengakibatkan
besarnya kebutuhan fasilitas pendidikan dan kesehatan. Daerah yang proporsi
kaum muda usianya cukup besar berarti proporsi penduduk usia produtifnya
relatif kecil yang secara ekonomis
berpengaruh pada pendapatan yang di hasilkan. Penduduk yang tersebar secara
tidak merata dapat berakibat pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang. Daerah
yang sedikit penduduknya relafif sulit berkembang karena kekurangan sumber daya
manusia sebagai penggerak pembangunan sakaligus sebagai sasaran pembangunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar