BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sesungguhnya Inti masalah lingkungan hidup yang kita
alami sekarang adalah hubungan timbal
balik antara makhluk hidup (organisme) dengan lingkungannya yang bersifat
organik maupun anorganik yang juga merupakan inti permasalahan bidang kajian
ekologi. Setiap pembangunan harus dilakukan secara berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan dan mampu mendukung seluruh kehidupan didalamnya agar dapat
dimanfaatkan oleh generasi sekarang maupun akan datang.
Pengalaman beberapa negara berkembang khususnya
negara-negara latin yang gandrung memakai teknologi dalam industri yang
ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk pembangunan ekonominya
seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini terjadi
karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya dinikmati oleh negara
importir, tetapi memakmurkan negara pengekspor atau pembuat teknologi. Negara
pengadopsi hanya menjadi konsumen dan ladang pembuangan produk teknologi karena
tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk teknologi
dan industri dari negara maju Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara
berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan industri, searah dengan
pemikiran yang menyebutkan bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam
ekonomi dan era informasi harus melewati gelombang agraris dan industrialis.
Hal ini didukung oleh itikad pelaku pembangunan di negara-negara untuk beranjak
dari satu tahapan pembangunan ke tahapan pembangunan berikutnya.
Tetapi akibat tindakan penyesuaian yang harus dipenuhi
dalam memenuhi permintaan akan berbagai jenis sumber daya (resources),
agar proses industri dapat menghasilkan berbagai produk yang dibutuhkan oleh
manusia, seringkali harus mengorbankan ekologi dan lingkungan hidup manusia.
Hal ini dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan berbagai industri yang
dibangun dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa) negara dan pemenuhan berbagai
produk yang dibutuhkan oleh manusia.
Disamping itu, iptek dan teknologi dikembangkan dalam
bidang antariksa dan militer, menyebabkan terjadinya eksploitasi energi, sumber
daya alam dan lingkungan yang dilakukan untuk memenuhi berbagai produk
yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari.
Pengertian dan persepsi yang berbeda mengenai masalah
lingkungan hidup sering menimbulkan ketidak harmonisan dalam pengelolaan
lingkungan hidup. Akibatnya seringkali terjadi kekurangan tepatan dalam menerapkan
berbagai perangkat peraturan, yang justru menguntungkan perusak lingkungan dan
merugikan masyarakat dan pemerintah.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, tulisan ini secara
khusus akan membahas permasalahan :
1) Bagaimana
kontribusi industri dan teknologi yang menyebar terhadap pencemaran lingkungan
khususnya di Indonesia,
2) Bagaimana klasifikasi pencemaran
lingkungan, dan
3) Bagaimana menyikapi terjadinya
pencemaran lingkungan hidup.
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan
masalah tersebut, maka tujuan penulisan makalah ini adalah
1) Untuk
mengetahui bagaimana kontribusi industri dan teknologi yang menyebar terhadap
pencemaran lingkungan khususnya di Indonesia.
2) Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi
pencemaran lingkungan.
3) Untuk mengetahui bagaimana
menyikapi terjadinya pencemaran lingkungan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep – Konsep untuk
Memahami Masalah Lingkungan dan Pencemaran oleh Industri
Seringkali ditemukan pernyataan yang menyamakan istilah
ekologi dan lingkungan hidup, karena permasalahannya yang bersamaan. Inti dari
permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia
dengan lingkungan hidupnya. Ilmu tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan
lingkungan hidupnya di sebut ekologi.
Lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya
manusia dengan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupannya dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Dari definisi diatas tersirat bahwa makhluk hidup
khususnya merupakan pihak yang selalu memanfaatkan lingkungan hidupnya, baik
dalam hal respirasi, pemenuhan kebutuhan pangan, papan dan lain-lain. Dan, manusia
sebagai makhluk yang paling unggul di dalam ekosistemnya, memiliki daya dalam
mengkreasi dan mengkonsumsi berbagai sumber-sumber daya alam bagi kebutuhan
hidupnya.
Di alam terdapat berbagai sumber daya alam. yang merupakan komponen
lingkungan yang sifatnya berbeda-beda, dimana dapat digolongkan atas :
-
Sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable natural resources)
- Sumber daya alam
yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable natural resources).
Berbagai sumber daya alam yang mempunyai sifat dan
perilaku yang beragam tersebut saling berinteraksi dalam bentuk yang
berbeda-beda pula. Sesuai dengan kepentingannya maka sumber daya alam dapat
dibagi atas;
( a). fisiokimia seperti air, udara, tanah, dan sebagainya,
(b). biologi, seperti fauna, flora, habitat, dan sebagainya, dan
(c). sosial ekonomi seperti pendapatan,
kesehatan, adat-istiadat, agama, dan lain-lain.
Interaksi dari elemen lingkungan yaitu antara yang
tergolong hayati dan non-hayati akan menentukan kelangsungan siklus ekosistem,
yang didalamnya didapati proses pergerakan energi dan hara (material)
dalam suatu sistem yang menandai adanya habitat, proses adaptasi dan evolusi.
Dalam memanipulasi lingkungan hidupnya, maka manusia
harus mampu mengenali sifat lingkungan hidup yang ditentukan oleh macam-macam
faktor. Berkaitan dengan pernyataan ini, sifat lingkungan hidup dikategorikan
atas dasar
(1). Jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan hidup
tersebut,
(2). Hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan hidup
tersebut,
(3). Kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup, dan
(4). Faktor-faktor non-materil, seperti cahaya dan kebisingan.
Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya, yang
dapat mempengaruhi dan mempengaruhi oleh lingkungan hidupnya, membentuk dan
dibentuk oleh lingkungan hidupnya. Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya
adalah sirkuler, berarti jika terjadi perubahan pada lingkungan hidupnya
maka manusia akan terpengaruh.
Uraian ini dapat menjelaskan akibat yang ditimbulkan
oleh adanya pencemaran lingkungan, terutama terhadap kesehatan dan mutu hidup
manusia. Misalnya, akibat polusi asap kendaraan atau cerobong industri, udara
yang dipergunakan untuk bernafas oleh manusia yang tinggal di lingkungan itu
akan tercemar oleh gas CO (karbon monoksida).
Berkaitan dengan paparan ini, perlakuan
manusia terhadap lingkungan akan mempengaruhi mutu lingkungan hidupnya. Konsep
mutu lingkungan berbeda bagi tiap orang yang mengartikan dan mempersepsikannya
secara sederhana menerjemahkan bahwa mutu lingkungan hidup diukur dari
kerasannya manusia yang tinggal di lingkungan tersebut, yang diakibatkan oleh
terjaminnya perolehan rejeki, iklim dan faktor alamiah lainnya yang sesuai.
Batasan ini terasa sempit, bila
dikaitkan dengan pengaruh elemen lingkungan yang sifatnya tidak dikenali dan
dirasakan, misalnya dampak radiasi baik yang disebabkan oleh sinar ultraviolet
atau limbah nuklir, yang bersifat merugikan bagi kelangsungan hidup makhluk
hidup.
B. Industri dan Pencemaran
Lingkungan
Jika kita ingin
menyelamatkan lingkungan hidup, maka perlu adanya itikad yang kuat dan kesamaan
persepsi dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup
dapatlah diartikan sebagai usaha secara sadar untuk memelihara atau memperbaiki
mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan
sebaik-baiknya.
Memang
manusia memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya,
secara hayati ataupun kultural, misalnya manusia dapat menggunakan air yang
tercemar dengan rekayasa teknologi (daur ulang) berupa salinisasi, bahkan
produknya dapat menjadi komoditas ekonomi. Tetapi untuk mendapatkan mutu
lingkungan hidup yang baik, agar dapat dimanfaatkan secara optimal maka manusia
diharuskan untuk mampu memperkecil resiko kerusakan lingkungan.
Dengan
demikian, pengelolaan lingkungan dilakukan bertujuan agar manusia tetap
“survival”. Hakekatnya manusia telah “survival” sejak awal peradaban hingga
kini, tetapi peralihan dan revolusi besar yang melanda umat manusia akibat
kemajuan pembangunan, teknologi, iptek, dan industri, serta revolusi
sibernitika, menghantarkan manusia untuk tetap mampu menggoreskan sejarah
kehidupan, akibat relasi kemajuan yang bersinggungan dengan lingkungan
hidupnya. Karena jika tidak mampu menghadapi berbagai tantangan yang muncul
dari permasalahan lingkungan, maka kemajuan yang telah dicapai terutama berkat
ke-magnitude-an teknologi akan mengancam kelangsungan hidup manusia.
- Dampak Industri dan Teknologi terhadap
Lingkungan
Pentingnya
inovasi dalam proses pembangunan ekonomi di suatu negara, dalam hal ini,
pesatnya hasil penemuan baru dapat dijadikan sebagai ukuran kemajuan
pembangunan ekonomi suatu bangsa.
Dari
berbagai tantangan yang dihadapi dari perjalanan sejarah umat manusia, kiranya
dapat ditarik selalu benang merah yang dapat digunakan sebagai pegangan mengapa
manusia “survival” yaitu oleh karena teknologi.
Teknologi
memberikan kemajuan bagi industri baja, industri kapal laut, kereta api,
industri mobil, yang memperkaya peradaban manusia. Teknologi juga mampu menghasilkan
sulfur dioksida, karbon dioksida, CFC, dan gas-gas buangan lain yang mengancam
kelangsungan hidup manusia akibat memanasnya bumi akibat efek “rumah kaca”.
Teknologi
yang diandalkan sebagai instrumen utama dalam “revolusi hijau” mampu
meningkatkan hasil pertanian, karena adanya bibit unggul, bermacam jenis pupuk
yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik itu, teknologi yang
sama juga menghasilkan berbagai jenis racun yang berbahaya bagi manusia dan
lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan berbagi jenis pestisida ataupun
insektisida mampu memperkuat daya tahan hama tanaman misalnya wereng dan kutu
loncat.
Teknologi
juga memberi rasa aman dan kenyamanan bagi manusia akibat mampu menyediakan
berbagai kebutuhan seperti tabung gas kebakaran, alat-alat pendingin (lemari es
dan AC), berbagai jenis aroma parfum dalam kemasan yang menawan, atau obat anti
nyamuk yang praktis untuk disemprotkan, dan sebagainya. Serangkai dengan proses
tersebut, ternyata CFC (chlorofluorocarbon) dan tetra fluoro ethylene
polymer yang digunakan justru memiliki kontribusi bagi menipisnya
lapisan ozon di stratosfer.
Teknologi
memungkinkan negara-negara tropis (terutama negara berkembang) untuk
memanfaatkan kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa
negara dan berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya
merusak hutan tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan
beragam jenis fauna yang langka. Pembangunan
yang dilakukan besar-besaran di Indonesia dapat meningkatkan kemakmuran namun
disisi lain hal ini juga dapat membawa dampak negatif terhadap lingkungan
hidup. contoh kasus yang paling hangat adalah kasus buyat di Sulawesi. Dampak
yang diakibatkan dari pencemaran lingkungan yang disinyalir dari buangan proses
sebuah industri pertambangan dimana mengakibatkan rusaknya ekosistem (
pencemaran terhadap ikan dan air ) serta mengakibatkan sejumlah penyakit
dimasyarakat sekitar.
Bahkan
akibat kemajuan teknologi, era sibernitika yang mengglobal dapat dikonsumsi oleh
negara-negara miskin sekalipun karena kemampuan komputer sebagai instrumen
informasi yang tidak memiliki batas ruang. Dalam hal ini, jaringan Internet
yang dapat diakses dengan biaya yang tidak mahal menghilangkan titik-titik
pemisah yang diakibatkan oleh jarak yang saling berjauhan. Kemajuan teknologi
sibernitika ini meyakini para ekonom bahwa kemajuan yang telah dicapai
oleh negara maju akan dapat disusul oleh negara-negara berkembang, terutama
oleh menyatunya negara maju dengan negara berkembang dalam blok perdagangan.
Indonesia merupakan negara “late corner” dalam
proses industrialisasi di kawasan Pasifik, jika dibandingkan dengan beberapa
negara lainnya, kemampuan teknologinya juga masih terbelakang.
Selanjutnya,
dipaparkan bahwa Indonesia bersama dengan Filipina berada di peringkat
terbawah, yaitu sekitar 0,12 persen saja untuk tahun 1987. Sedangkan Malaysia,
Singapura dan Cina persentasenya mendekati 1 persen, di Korea mendekati 2 %, bahkan Amerika dan Jepang jauh diatas
2 persen.
Dari segi
jumlah ilmuwan dan insiyur, Indonesia juga berada pada peringkat terbawah,
yaitu hanya 4 orang per 10.000, dibandingkan dengan 15 orang di Korea, 18 orang
di Taiwan, 23 orang di Singapura, 34 orang di Jepang dan 40 orang di Amerika.
Berdasarkan data perbandingan tersebut, indikasi kebijaksanaan harus
menitikberatkan perhatian yang lebih bagi upaya untuk mengkreasi
penemuan-penemuan teknologi, melalui tahapan mempelajari proses akuisisi dan
peningkatkan kemampuan teknologi yang telah dikuasai.
Seperti pengalaman
negara-negara lain yang telah melalui berbagai tahapan pembangunan sampai
pada tahap industrialisasi, maka Indonesia juga mengandalkan teknologi dalam
industrinya untuk memelihara momentum pembangunan ekonomi dengan tingkat
pertumbuhan diatas 5 % pertahunnya.
Masuknya
teknologi ke Indonesia sudah dimulai sejak diundangkannya UUPMA (UU No. 1 tahun
1967, yang diperbarui dengan PP.No. 20 tahun 1994). Dengan dukungan UU tentang
Hak Paten (Property Right) dan UU Perlindungan Hak Cipta (Intellectual Right),
maka banyak perusahaan multinasional dan asing yang menggunakan, memakai dan
mengembangkan teknologi dalam menghasilkan berbagai produk industri. Dalam hal
merebaknya teknologi industri masuk ke Indonesia, dapat melalui : (a) Science
agreement, (b). technical assistance and cooperation, (c). turnkey project,
(d). foreign direct investment, dan (e). purchase of capital goods. Atau dalam
bentuk equity participation dalam rangka joint operation agreement, know – how
agreement, kontrak-kontrak pembelian mesin-mesin, trade fair dan berbagai
lokakarya.
Sebagai
salah satu negara berkembang yang banyak membutuhkan dana bagi pembiayaan
pembangunan, maka Indonesia seringkali “dicurigai” melakukan eksploitasi sumber
alamnya secara besar-besaran, karena dukungan kemajuan teknologi dan besarnya
tingkat kebutuhan industri-industri yang berkembang pesat secara kuantitif dan
berskala besar.
Berdasarkan
hasil studi empiris yang pernah dilakukan oleh Magrath pada tahun 1987,
diperkirakan bahwa akibat erosi tanah yang terjadi di Jawa nilai kerugian yang
ditimbulkannya telah mencapai 0,5 % dari GDP, dan lebih besar lagi jika
diperhitungkan kerusakan lingkungan di Kalimantan akibat kebakaran hutan,
polusi di Jawa, dan terkurasnya kandungan sumber daya tanah di Jawa.
Terlepas dari
berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi dan sektor
industri di Indonesia, sesungguhnya telah terjadi kemerosotan sumber daya alam
dan peningkatan pencemaran lingkungan, khususnya pada kota-kota yang sedang
berkembang seperti Gresik, Surabaya, Jakarta, Bandung Lhoksumawe, Medan, dan
sebagainya. Bahkan hampir seluruh daerah di Jawa telah ikut mengalami
peningkatan suhu udara, sehingga banyak penduduk yang merasakan kegerahan
walaupun di daerah tersebut tergolong berhawa sejuk dan tidak pesat
industrinya.
Berkaitan
dengan pernyataan tersebut dapat dicatat keadaan lingkungan di beberapa kota di
Indonesia, yaitu :
-
Terjadinya penurunan kualitas air permukaan di sekitar daerah-daerah industri.
-
Konsentrasi bahan pencemar yang berbahaya bagi kesehatan penduduk seperti
merkuri, kadmium, timah hitam, pestisida, pcb, meningkat tajam dalam kandungan
air permukaan dan biota airnya.
-
Kelangkaan air tawar semakin terasa, khususnya di musim kemarau, sedangkan di musim
penghujan cenderung terjadi banjir yang melanda banyak daerah yang berakibat
merugikan akibat kondisi ekosistemnya yang telah rusak.
-
Temperatur udara maksimal dan minimal sering berubah-ubah, bahkan temperatur
tertinggi di beberapa kola seperti Jakarta sudah mencapai 37 derajat celcius.
-
Terjadi peningkatan konsentrasi pencemaran udara seperti CO, NO2 SO2,
dan debu.
-
Sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia terasa semakin menipis, seperti
minyak bumi dan batubara yang diperkirakan akan habis pada tahun 2020.
-
Luas hutan Indonesia semakin sempit akibat tidak terkendalinya perambahan yang
disengaja atau oleh bencana kebakaran.
-
Kondisi hara tanah semakin tidak subur, dan lahan pertanian semakin memyempit
dan mengalami pencemaran.
2. Klasifikasi
Pencemaran Lingkungan
Masalah
pencemaran lingkungan hidup, secara teknis telah didefinisikan dalam UU No. 4
Tahun 1982, yakni masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan
atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan
oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau
tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannya.
Dari definisi
yang panjang tersebut, terdapat tiga unsur dalam pencemaran, yaitu : Sumber
perubahan oleh kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah
berubahnya konsentrasi suatu bahan (hidup/mati) pada lingkungan, dan merosotnya
fungsi lingkungan dalam menunjang kehidupan.
Pencemaran
dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola
pengelompokannya :
a)
Pengelompokan menurut bahan pencemar
yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya.
b)
Pengelompokan menurut medium
lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan sosial.
c)
Pengelompokan menurut sifat sumber
menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder.
Namun apapun
klasifikasi dari pencemaran lingkungan, pada dasarnya terletak pada esensi
kegiatan manusia yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang merugikan
masyarakat banyak dan lingkungan hidupnya.
3. Menyikapi
Pencemaran Lingkungan
Konferensi
PBB tentang lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1972, telah menetapkan tanggal
5 Juni setiap tahunnya untuk diperingati sebagai Hari lingkungan Hidup Sedunia.
Kesepakatan ini berlangsung didorong oleh kerisauan akibat tingkat kerusakan
lingkungan yang sudah sangat memprihatinkan.
Di Indonesia
perhatian tentang lingkungan hidup telah dilakukan sejak tahun 1960-an. Tonggak
pertama sejarah tentang permasalahan lingkungan hidup dipancangkan melalui
seminar tentang Pengelolaan lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional yang
diselenggarakan di Universitas Padjajaran pada tanggal 15 – 18 Mei 1972. Hasil
yang dapat diperoleh dari pertemuan itu yaitu terkonsepnya pengertian umum
permasalahan lingkungan hidup di Indonesia. Dalam hal ini, perhatian terhadap
perubahan iklim, kejadian geologi yang bersifat mengancam kepunahan makhluk
hidup dapat digunakan sebagai petunjuk munculnya permasalahan lingkungan hidup.
Pada saat
itu, pencemaran oleh industri dan limbah rumah tangga belumlah dipermasalahkan
secara khusus kecuali di kota-kota besar. Saat ini, masalah lingkungan hidup
tidak hanya berhubungan dengan gejala-gejala perubahan alam yang sifatnya
evolusioner, tetapi juga menyangkut pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah
industri dan keluarga yang menghasilkan berbagai rupa barang dan jasa sebagai
pendorong kemajuan pembangunan di berbagai bidang.
Pada Pelita
V, berbagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup dilakukan dengan
memperkuat sanksi dan memperluas jangkauan peraturan-peraturan tentang
pencemaran lingkungan hidup, dengan lahirnya Keppres 77/1994 tentang Organisasi
Bapedal sebagai acuan bagi pembentukan Bapeda/Wilayah di tingkat Propinsi, yang
juga bermanfaat bagi arah pembentukan Bapeda/Daerah. Peraturan ini dikeluarkan
untuk memperkuat Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang dianggap perlu untuk diperbaharui.
Berdasarkan
Strategi Penanganan Limbah tahun 1993/1994, yang ditetapkan oleh pemerintah,
maka proses pengolahan akhir buangan sudah harus dimulai pada tahap pemilihan
bahan baku, proses produksi, hingga pengolahan akhir limbah buangan (Lampiran
Pidato Presiden RI, 1994 : II/27). Langkah yang ditempuh untuk mendukung
kebijaksanaan ini, ditempuh dengan pembangunan Pusat Pengelolaan Limbah
Industri Bahan Berbahaya dan Beracun (PPLI-B3), di Cileungsi Jawa Barat, yang
pertama di Indonesia. Pendirian unit pengolahan limbah ini juga diperkuat oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1994 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya
dan Beracun.
Disamping
itu, untuk mengembangkan tanggung jawab bersama dalam menanggulangi masalah
pencemaran sungai terutama dalam upaya peningkatan kualitas air, dilaksanakan
Program Kali Bersih (PROKASIH), yang memprioritaskan penanganan lingkungan pada
33 sungai di 13 Propinsi. Upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup ini,
ternyata juga menghasilkan lapangan kerja dan kesempatan berusaha baru di
berbagai kota dan sektor pembangunan.
Dari uraian
tersebut diatas jelaslah bagi kita bahwa dalam menyikapi terjadinya pencemaran
lingkungan baik akibat teknologi, perubahan lingkungan, industri dan
upaya-upaya yang dilakukan dalam pembangunan ekonomi, diperlukan itikad yang
luhur dalam tindakan dan perilaku setiap orang yang peduli akan kelestarian
lingkungan hidupnya.
Walaupun
telah ditetapkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1982, PP No. 19 tahun 1994 dan
Keppres No .7 tahun 1994 yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan, jika
tidak ada kesamaan persepsi dan kesadaran dalam pengelolaan lingkungan hidup
maka berbagai upaya pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup
dan kesejahteraan masyarakat tidak akan dapat dinikmati secara tenang dan aman,
karena kekhawatiran akan bencana dari dampak negatif pencemaran lingkungan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dari tulisan diatas,
sebagai
berikut :
berikut :
Pembangunan
yang mengandalkan teknologi dan industri dalam mempertahankan tingkat
pertumbuhan ekonomi seringkali membawa dampak negatif bagi lingkungan hidup
manusia. Pencemaran lingkungan akan menyebabkan menurunnya mutu lingkungan
hidup, sehingga akan mengancam kelangsungan makhluk hidup, terutama ketenangan
dan ketentraman hidup manusia.
Adanya
pengertian dan persepsi yang sama dalam memahami pentingnya lingkungan hidup
bagi kelangsungan hidup manusia akan dapat mengendalikan tindakan dan perilaku
manusia untuk lebih mementingkan lingkungan hidup.
Kemauan untuk
saling menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup merupakan itikad
yang luhur dari dalam diri manusia dalam memandang hakekat dirinya sebagai
warga dunia.
B. Saran
Limbah industri harus ditangani dengan baik dan serius
oleh Pemerintah Daerah dimana wilayahnya terdapat industri. Pemerintah harus
mengawasi pembuangan limbah industri dengan sungguh-sungguh. Pelaku industri
harus melakukan cara-cara pencegahan pencemaran lingkungan dengan melaksanakan
teknologi bersih, memasang alat pencegahan pencemaran, melakukan proses daur
ulang dan yang terpenting harus melakukan pengolahan limbah industri
Kakaa ...makalahnya membantu sekali ..
BalasHapus